Mereka
Patut Dikenang
Gereja maupun
politik di Papua berjalan dalam satu periode yang sama. Keduanya berkembang
dalam masa peralihan pemerintahan Belanda ke Indonesia. Begitu pun kepemimpinan
Badan Pekerja Am Sinode (BPAS GKI). Setiap akhir jabatan ketua BPAS GKI
khususnya Partai Golongan Karya kerap memili mantan ketua BPAS GKI menjadi
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah maupun di tingkat Pusat.
Sinode Umum GKI Irian Jaya pertama dilaksanakan
pada 16-29 Oktober 1956 di Abepura. GKI di Irian Barat (IB) dinyatakan berdiri
secara resmi pada 26 Oktober 1956 dan disahkan melalui surat keputusan Gubernur
Nederlands Nieuw Guinea tanggal 8 Februari 1957.
Gereja dan politik memang berbeda, tapi selama
lima puluh tahun keduanya sulit dipisahkan. Bukan dalam arti gereja terlibat
dalam politik praktis, melainkan wilayah Papua yang sejak GKI berdiri tanggal
26 Oktober 1956 merupakan wilayah kekuasaan pemerintah belanda, yang saat ini
sedang diperjuangkan menjadi wilayah Indonesia.
Sengketa peralihan Papua antara pemerintah Belanda
dan Indonesia secara tidak langsung mewarnai seluruh karya pelayanan gereja di
tanah Papua. Sejak sengketa peralihan Papua antara pemerintah Belanda dan
Indonesia secara tidak langsung mewarnai seluruh karya pelayanan gereja di
tanah Papua. Sejak GKI berdiri di tanah Papua, pada 26 Oktober 1956 sampai 1969
gereja, terutama Sinode GKI diperhadapkan pada pilihan yang sulit. Antara
mengutamakan pelayanan firman Tuhan atau golongan warga jemaat yang menjadi
korban politik.
Sejak Sinode GKI berdiri di tanah Papua pada 26
Oktober 1956 sampai 26 Oktober 2011,
sudah sebelas orang yang telah memimpin Sinode GKI.
Berikut Ketua Badan Pekerja Am Sinode GKI di tanah Papua selama lima puluh lima tahun
secara berturut-turut.
Pendeta F.J.S. Rumainum (almarhum) asal Biak
Dia dipilih
dalam Sidang Umum GKI Irian Jaya pertama yang diseleng-garakan 16 – 29 Oktober
1956 di Abepura. Dalam masa kepemimpinannya GKI di Irian jaya Barat diresmikan
melalui surat keputusan yang ditanda tangani Gubernur Nederlands Nieuw Guinea,
pada 8 Pebruari 1957. Dalam periode ini telah
terjadi beberapa peristiwa
penting, diantaranya :
GKI di Papua menjadi Anggota Dewan Gereja-gereja Indonesia (DGI) Jakarta dan
menjadi anggota DewanGereja-gereja Dunia (DGD) setelah diterima dalam Sidang
Raya Gereja-gereja se-dunia di Uppsala, Swedia pada Juli 1968. Inilah awal
sikap politik gereja memperjuangkan Papua menjadi wilayah Indonesia.
Dilaksanakanlah Trikora 1962. Peralihan Papua dari kekuasaan pemerintahan
Belanda kepada Indonesia. Persiapan pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat
(PAPERA) Papua, Rumainum menjadi Ketua BPAS GKI di Tanah Papua selama tiga
periode secara berturut-turut, 1956 – 1968.
Pendeta Jan Mamoribo (almarhum) asal Biak
Pendeta Willem Maloali Asal Sentani
Menjadi
ketua BPAS GKI di Tanah Papua ketiga, periode 1971 – 1977. Pemerintan Orde Baru
dimulai. Pada periode ini gereja lebih banyak terlibat dalam pelaksanaan proyek
pembangunan. Tetapi juga gereja menghadapi pemberontakan Organisasi Papua
Merdeka (OPM) yang pertama di Manokwari pimpinan Awom bersaudara, masyarakat tidak setuju pemerintah Indonesia melaksanakan
pembangunan di Papua. Terjadi pengeboman di jayawijaya saat J.B. Wenas menjadi
Dandim di sana. Pada masa ini gereja di perhadapkan pada pilihan yang sulit.
Selain melaksanakan pembangunan juga harus menghadapi tuduhan sebagai pendukung
Gerekan OPM. Maloali menjadi Ketua DPRD Irian Yaja periode 1982 – 1987, menjadi
anggota DPR RI dari fraksi Partai Golongan Karya periode 1992 – 1999.
Pendeta Mesakh Koibur Asal Biak
Menjadi Ketua BPAS GKI di Tanah Papua keempat
periode 1977 – 1979. Sebelum menjadi ketua, dia orang Papua pertama yang
menjadi sekretaris selama dua periode di jaman ketua GKI dipimpin orang
Belanda. Dijaman ini situasi kian normal, pembangunan muali digiatkan. Mesakh Koibur sekretaris pertama Sinode GKI bersama Pdt. Rumainum membuat Surat Gembala kepada
Wali Gereja Kristen Injili agar memilih ikut Indonesia, serta rakyat Papua ikut
pemilu kedua tahun 1977. Setelah habis masa jabtan, Pdt. Mesakh Koibur menjadi
anggota DPRD Provinsi Irian Jaya periode 1977 – 1982.
Pendeta Lukas
Sabarofek Asal Biak
Menjadi ketua BPAS GKI di Tanah Papua yang kelima
periode 1979 – 1980. Dia menjadi ketua pengganti antar waktu, sehingga
melaksanakan tugas-tugas ketua umumnya, Mesakh Koibur yang dipilih menjadi
anggota DPRD Provinsi Irian Jaya. Lukas yang saat itu wakil ketua dipilih
menjadi ketua pengganti antar waktu melalui rapat pekerja lengkap
BPAS GKI, pada Juli 1979
di Serui. Setelah habis masa jabatan, dia menjadi anggota DPR RI dari Fraksi
PDIP selma lima tahun, 1999 – 2004.
Pendeta Penehas
Sawen Asal Biak
Menjadi ketua BPAS GKI di Tanah Papua keenam,
periode 1980 – 1988. Periode ini gereja menghadapi masalah yang paling sulit
dalam memberikan pelayanan firman Tuhan. Situasi yang sedang pulih saat itu
kemudian terjadi gejolak sosial politik yang luar biasa. Terjadi pengungsian
secara besar-besaran ke Papua Neuw Guinea. Terjadi
penangkapan dan pembunuhan Group Musik Mambesak Arnold
Ap. GKI bersama Keuskupan Jayapura dan gereja-gereja di wilayah Pasifik bekerja
sama memberikan pelayanan pastoral bagi pengungsi di tempat pengungsian di
Papua Neuw Guinea. Gereja kemudian terlibat dalam pemulihan hubungan diplomatic
akibat pengungsian. Mengatur warga di lintas batas. Dalam melakukan pekerjaan
itu, Sawen dibantu sekretarisnya Pdt. Phil Erari. Setelah tidak lagi menjadi
ketua, Sawen menjadi anggota DPR Papua periode 2004 – 2009.
Pendeta Willem F. Rumsarwir, S.Th. Asal Biak
Menjadi ketua BPAS GKI di Tanah Papua ke tujuh,
periode 1988 – 1996. Situasi Papua semakin membaik, namun terjadi perubahan
politik di Indonesia, terjadi peralihan dari kekuasaan Orde Baru ke reformasi.
Isu Hak Azasi Manusia (HAM) dan lingkungan hidup mulai terungkap ke permukaan.
Gereja banyak terlibat dalam upaya penegakkan
(HAM).
Kontekstualisasi teologia Melanesia mulai
dikembangkan di lingkungan gereja. Setelah habis masa jabatan, Rumsarwir
menjadi anggota MPR RI utusan daerah Papua periode 1992 – 1997. Menjadi anggota
DPR RI Fraksi Partai Golongan Karya periode 1997 – 1999. Dan sekarang menjadi
anggota Majelis Rakyat Papua mewakili unsur agama, periode 2005 – 2010.
Pendeta Herman Saud, M.Th. Asal Sorong
Menjadi Ketua BPAS GKI di Tanah Papua kedelapan
periode 1996 – 2005, ini adalah periode mengambang kontekstualisasi teologia
Melanesia mulai digiatkan di lingkungan jemaat terjadi reformasi politik di
Indonesia yang kemudian berkembang menjadi krisis multimensi yang
berkepanjangan. Aspirasi rakyat Papua menuntut merdeka terlepas dari Indonesia mulai muncul disertai
pengibaran bendera Bintang Kejora di
seluruh pelosok tanah Papua. Terjadi Biak berdarah 1997.
Benturan tawaran antara Merdeka dengan
Otonomi Khusus dari pemerintah pusat,
terjadi benturan kepentingan yang kemudian timbul konflik Irian Jaya Barat dan
Papua. Pelaksanaan Mubes dan Kongres Papua. Penculikan dan pembunuhan Ketua
Dewan Presidium Papua Theys Hiyo Eluay. Terjadi berbagai kekerasan politik oleh
aparat di mana-mana di Papua. Gereja mulai mempelopori Papua sebagai Zona
Damai. Suaka politik warga Papua ke Australia. Pembentukan Persekutuan
Gereja-Gereja di Papua. Dan membangun komunikasi lintas agama.Setelah turun
dari jabatan, Herman Saud terus ikut berjuang dalam dialog antar lembaga untuk
membangun budaya damai di Papua bersama lintas agama : Keuskupan Jayapura
(Katolik), Islam, Hindu dan Budha, Lembaga Swadaya Masyarakat serta tokoh agama
dan tokoh masyarakat.
Pendeta Corinus Berotabui, M.Th.(almarhum)
Asal Yapen Waropen
Menjadi ketua BPAS GKI di Tanah Papua kesembilan
periode 2006 – 2011. Periode ini tetap melanjutkan pekerjaan pelayanan jemaat,
juga terus membina komunikasi lintas agama untuk membangun budaya damai di
Tanah Papua. Terlibat dalam penyelesaian bentrokan Abepura 16 Maret 2006.
Pelaksanaan pembangunan di Papua melalui Otonomi Khusus. Persiapan perayaan 50
tahun GKI di Tanah Papua.
Perkembangan Sinode GKI di Tanah Papua
sejak terbentuk 26 Oktober
1956 sampai sekarang lebih banyak gereja terlibat dalam penyelesaian masalah
politik. Sesuai visi dan misi gereja yaitu melayani, bersaksi dan bersekutu
dalam tindakan nyata : melindungi, melayani, menyelamatkan umat serta berlaku
sebagai agen perubahan.
Pendeta Yemima Krey, STh Asal Biak
Menjadi ketua BP AS
GKI di Tanah Papua yang kesepuluh, periode 2008–2011. Menjadi
ketua pengganti antar waktu, Pdt.Yemima
Krey yang sebelumnya menjabat Sekretaris BPAS juga Alumni STT GKI Isak Semuel
Keyne. Kepemimpinannya memiliki kepribadian tinggi yang mencerminkan sosok Bin
Syowi yang disiplin, dan mengedepankan Tri Panggilan Gereja yakni Bersekutu,
Bersaksi dan Melayani.
Pendeta Albeth Yoku, S.Th Asal Jayapura
Menjadi Ketua BP AS di Tanah Papua yang ke sebelas periode
2011-2016. Sebelum menduduki jabatan wakil sekretaris sinode, menjadi Kepala
Departemen PI Wilayah Kepala Burung. Kemudian hasil sidang sinode di Jayapura
bulan Oktober tahun 2011 beliau diangkat sebagai Ketua BP AM Sinode GKI di
Tanah Papua. Membangun kemitraan dengan gereja
luar dalam rangka meningkatkan sumber daya generasi muda dan meningkatkan
kinerja aparatur gereja di Tanah Papua. Menjadi harapan Albert Yoku, mari kita
bersama-sama warga GKI di Tanah Papua bersaksi, bersekutu dan melayani.
Mambangun kualitas iman Kristiani di Tanah Papua. Beliau juga pecetus
Persekutuan Kaum Bapak di Tanah Papua.
Terimakasih bapa
BalasHapusSejarah ini bagus sekali
Menambah wawasan dan mengenang perjuangna hebat para utusan Tuhan bagi Gki di tanah papua. Sebagai anak Gki patutlah kita tahu dan meneruskan sejarah ini bagi generasi penerus.
Salam hangat pemudi GKI Bartholomeus Borarsi
Trima kasih bapa..samgat membantu sekali
BalasHapusLuar biasa sejarah pemimpin gereja di tanah papua, dan saya termasuk cucu dari bp pdt mesak koibur,,, trimakasih tete tetcinta
BalasHapusEmperor Casino | Shootercasino
BalasHapusEmperor Casino. The best game 인카지노 provider for 제왕카지노 video poker. Get an awesome collection of the best 메리트 카지노 쿠폰 slots for your favorite players, the best table games,