Senin, 06 Februari 2012

Pimpinan Sinode GKI di Tanah Papua (1956-2016)


Mereka Patut Dikenang
Gereja maupun politik di Papua berjalan dalam satu periode yang sama. Keduanya berkembang dalam masa peralihan pemerintahan Belanda ke Indonesia. Begitu pun kepemimpinan Badan Pekerja Am Sinode (BPAS GKI). Setiap akhir jabatan ketua BPAS GKI khususnya Partai Golongan Karya kerap memili mantan ketua BPAS GKI menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah maupun di tingkat Pusat.
Sinode Umum GKI Irian Jaya pertama dilaksanakan pada 16-29 Oktober 1956 di Abepura. GKI di Irian Barat (IB) dinyatakan berdiri secara resmi pada 26 Oktober 1956 dan disahkan melalui surat keputusan Gubernur Nederlands Nieuw Guinea tanggal 8 Februari 1957.
Gereja dan politik memang berbeda, tapi selama lima puluh tahun keduanya sulit dipisahkan. Bukan dalam arti gereja terlibat dalam politik praktis, melainkan wilayah Papua yang sejak GKI berdiri tanggal 26 Oktober 1956 merupakan wilayah kekuasaan pemerintah belanda, yang saat ini sedang diperjuangkan menjadi wilayah Indonesia.
Sengketa peralihan Papua antara pemerintah Belanda dan Indonesia secara tidak langsung mewarnai seluruh karya pelayanan gereja di tanah Papua. Sejak sengketa peralihan Papua antara pemerintah Belanda dan Indonesia secara tidak langsung mewarnai seluruh karya pelayanan gereja di tanah Papua. Sejak GKI berdiri di tanah Papua, pada 26 Oktober 1956 sampai 1969 gereja, terutama Sinode GKI diperhadapkan pada pilihan yang sulit. Antara mengutamakan pelayanan firman Tuhan atau golongan warga jemaat yang menjadi korban politik.
Sejak Sinode GKI berdiri di tanah Papua pada 26 Oktober 1956 sampai 26 Oktober 2011, sudah sebelas orang yang telah memimpin Sinode GKI. Berikut Ketua Badan Pekerja Am Sinode GKI di tanah Papua selama lima puluh lima tahun secara berturut-turut.


Pendeta F.J.S. Rumainum (almarhum) asal Biak
Dia dipilih dalam Sidang Umum GKI Irian Jaya pertama yang diseleng-garakan 16 – 29 Oktober 1956 di Abepura. Dalam masa kepemimpinannya GKI di Irian jaya Barat diresmikan melalui surat keputusan yang ditanda tangani Gubernur Nederlands Nieuw Guinea, pada 8 Pebruari 1957. Dalam periode  ini   telah   terjadi   beberapa   peristiwa  penting, diantaranya : GKI di Papua menjadi Anggota Dewan Gereja-gereja Indonesia (DGI) Jakarta dan menjadi anggota DewanGereja-gereja Dunia (DGD) setelah diterima dalam Sidang Raya Gereja-gereja se-dunia di Uppsala, Swedia pada Juli 1968. Inilah awal sikap politik gereja memperjuangkan Papua menjadi wilayah Indonesia. Dilaksanakanlah Trikora 1962. Peralihan Papua dari kekuasaan pemerintahan Belanda kepada Indonesia. Persiapan pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (PAPERA) Papua, Rumainum menjadi Ketua BPAS GKI di Tanah Papua selama tiga periode secara berturut-turut, 1956 – 1968.
  
Pendeta Jan Mamoribo (almarhum) asal Biak
 Menjadi Ketua BPAS GKI di Tanah  Papua kedua, periode 1968 – 1971. Selama periode ini, GKI tidak secara langsung terlibat dalam persiapan pelaksanaan Pepera. Penanganan warga jemaat yang menjadi korban pelaksanaan Pepera. Penanganan pengungsi. Persiapan pelaksanaan pemilu pertama bersama pemerintah Indonesia awal  Orde  Baru.  Dimasa kepemimpinannya, banyak pendeta menjadi anggota legislative dengan alasan sumber daya manusia dangat memadai. Sejak itu dan seterusnya banyak pendeta menjadi politisi yang kemudian sulit memisahkan pekerjaan sebagai hamba Tuhan dan tugas sebagai politisi. Setelah turun dari jabatan ketua, Pdt. Jan Mamoribo menjadi Ketua DPRD Irian Jaya periode 1971 – 1975, dan menjadi Wakil Gubernur Irian Jaya bersama Gubernur Acub Zainal selama setahun, 1975 – 1976.
  
Pendeta Willem Maloali Asal Sentani
Menjadi ketua BPAS GKI di Tanah Papua ketiga, periode 1971 – 1977. Pemerintan Orde Baru dimulai. Pada periode ini gereja lebih banyak terlibat dalam pelaksanaan proyek pembangunan. Tetapi juga gereja menghadapi pemberontakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang pertama di Manokwari pimpinan Awom   bersaudara,   masyarakat   tidak setuju pemerintah Indonesia melaksanakan pembangunan di Papua. Terjadi pengeboman di jayawijaya saat J.B. Wenas menjadi Dandim di sana. Pada masa ini gereja di perhadapkan pada pilihan yang sulit. Selain melaksanakan pembangunan juga harus menghadapi tuduhan sebagai pendukung Gerekan OPM. Maloali menjadi Ketua DPRD Irian Yaja periode 1982 – 1987, menjadi anggota DPR RI dari fraksi Partai Golongan Karya periode 1992 – 1999.
  
Pendeta Mesakh Koibur Asal Biak
Menjadi Ketua BPAS GKI di Tanah Papua keempat periode 1977 – 1979. Sebelum menjadi ketua, dia orang Papua pertama yang menjadi sekretaris selama dua periode di jaman ketua GKI dipimpin orang Belanda. Dijaman ini situasi kian normal, pembangunan muali digiatkan.  Mesakh   Koibur  sekretaris  pertama Sinode GKI bersama Pdt.  Rumainum    membuat     Surat  Gembala kepada Wali Gereja Kristen Injili agar memilih ikut Indonesia, serta rakyat Papua ikut pemilu kedua tahun 1977. Setelah habis masa jabtan, Pdt. Mesakh Koibur menjadi anggota DPRD Provinsi Irian Jaya periode 1977 – 1982.

Pendeta Lukas Sabarofek Asal Biak
Menjadi ketua BPAS GKI di Tanah Papua yang kelima periode 1979 – 1980. Dia menjadi ketua pengganti antar waktu, sehingga melaksanakan tugas-tugas ketua umumnya, Mesakh Koibur yang dipilih menjadi anggota DPRD Provinsi Irian Jaya. Lukas yang saat itu wakil ketua dipilih menjadi ketua pengganti antar waktu melalui rapat  pekerja    lengkap    BPAS GKI,  pada  Juli 1979 di Serui. Setelah habis masa jabatan, dia menjadi anggota DPR RI dari Fraksi PDIP selma lima tahun, 1999 – 2004.
  
Pendeta Penehas Sawen Asal Biak
Menjadi ketua BPAS GKI di Tanah Papua keenam, periode 1980 – 1988. Periode ini gereja menghadapi masalah yang paling sulit dalam memberikan pelayanan firman Tuhan. Situasi yang sedang pulih saat itu kemudian terjadi gejolak sosial politik yang luar biasa. Terjadi pengungsian secara besar-besaran ke Papua Neuw    Guinea.    Terjadi    penangkapan dan pembunuhan Group Musik Mambesak Arnold Ap. GKI bersama Keuskupan Jayapura dan gereja-gereja di wilayah Pasifik bekerja sama memberikan pelayanan pastoral bagi pengungsi di tempat pengungsian di Papua Neuw Guinea. Gereja kemudian terlibat dalam pemulihan hubungan diplomatic akibat pengungsian. Mengatur warga di lintas batas. Dalam melakukan pekerjaan itu, Sawen dibantu sekretarisnya Pdt. Phil Erari. Setelah tidak lagi menjadi ketua, Sawen menjadi anggota DPR Papua periode 2004 – 2009.

Pendeta Willem F. Rumsarwir, S.Th. Asal Biak
Menjadi ketua BPAS GKI di Tanah Papua ke tujuh, periode 1988 – 1996. Situasi Papua semakin membaik, namun terjadi perubahan politik di Indonesia, terjadi peralihan dari kekuasaan Orde Baru ke reformasi. Isu Hak Azasi Manusia (HAM) dan lingkungan hidup mulai terungkap ke permukaan. Gereja banyak terlibat dalam  upaya    penegakkan (HAM).
Kontekstualisasi teologia Melanesia mulai dikembangkan di lingkungan gereja. Setelah habis masa jabatan, Rumsarwir menjadi anggota MPR RI utusan daerah Papua periode 1992 – 1997. Menjadi anggota DPR RI Fraksi Partai Golongan Karya periode 1997 – 1999. Dan sekarang menjadi anggota Majelis Rakyat Papua mewakili unsur agama, periode 2005 – 2010.
  
Pendeta Herman Saud, M.Th. Asal Sorong
Menjadi Ketua BPAS GKI di Tanah Papua kedelapan periode 1996 – 2005, ini adalah periode mengambang kontekstualisasi teologia Melanesia mulai digiatkan di lingkungan jemaat terjadi reformasi politik di Indonesia yang kemudian berkembang menjadi krisis multimensi yang berkepanjangan. Aspirasi rakyat Papua menuntut merdeka terlepas dari Indonesia  mulai   muncul  disertai  pengibaran bendera Bintang Kejora di seluruh pelosok tanah Papua. Terjadi Biak berdarah 1997.
Benturan tawaran antara Merdeka dengan Otonomi  Khusus dari pemerintah pusat, terjadi benturan kepentingan yang kemudian timbul konflik Irian Jaya Barat dan Papua. Pelaksanaan Mubes dan Kongres Papua. Penculikan dan pembunuhan Ketua Dewan Presidium Papua Theys Hiyo Eluay. Terjadi berbagai kekerasan politik oleh aparat di mana-mana di Papua. Gereja mulai mempelopori Papua sebagai Zona Damai. Suaka politik warga Papua ke Australia. Pembentukan Persekutuan Gereja-Gereja di Papua. Dan membangun komunikasi lintas agama.Setelah turun dari jabatan, Herman Saud terus ikut berjuang dalam dialog antar lembaga untuk membangun budaya damai di Papua bersama lintas agama : Keuskupan Jayapura (Katolik), Islam, Hindu dan Budha, Lembaga Swadaya Masyarakat serta tokoh agama dan tokoh masyarakat.

Pendeta Corinus Berotabui, M.Th.(almarhum)
Asal Yapen Waropen
Menjadi ketua BPAS GKI di Tanah Papua kesembilan periode 2006 – 2011. Periode ini tetap melanjutkan pekerjaan pelayanan jemaat, juga terus membina komunikasi lintas agama untuk membangun budaya damai di Tanah Papua. Terlibat dalam penyelesaian bentrokan Abepura 16 Maret 2006. Pelaksanaan pembangunan di Papua melalui Otonomi Khusus. Persiapan perayaan 50 tahun GKI di Tanah Papua.
Perkembangan Sinode GKI di   Tanah   Papua    sejak    terbentuk   26 Oktober 1956 sampai sekarang lebih banyak gereja terlibat dalam penyelesaian masalah politik. Sesuai visi dan misi gereja yaitu melayani, bersaksi dan bersekutu dalam tindakan nyata : melindungi, melayani, menyelamatkan umat serta berlaku sebagai agen perubahan.
  
Pendeta Yemima Krey, STh Asal Biak
Menjadi ketua BP AS GKI di Tanah Papua yang kesepuluh, periode 2008–2011. Menjadi ketua pengganti antar waktu, Pdt.Yemima Krey yang sebelumnya menjabat Sekretaris BPAS juga Alumni STT GKI Isak Semuel Keyne. Kepemimpinannya memiliki kepribadian tinggi yang mencerminkan sosok Bin Syowi yang disiplin, dan mengedepankan Tri Panggilan Gereja yakni Bersekutu, Bersaksi dan Melayani.   

Pendeta Albeth Yoku, S.Th Asal Jayapura
Menjadi Ketua BP AS di Tanah Papua yang ke sebelas periode 2011-2016. Sebelum menduduki jabatan wakil sekretaris sinode, menjadi Kepala Departemen PI Wilayah Kepala Burung. Kemudian hasil sidang sinode di Jayapura bulan Oktober tahun 2011 beliau diangkat sebagai Ketua BP AM Sinode GKI di Tanah Papua. Membangun kemitraan   dengan  gereja   luar   dalam   rangka meningkatkan  sumber daya generasi muda dan meningkatkan kinerja aparatur gereja di Tanah Papua. Menjadi harapan Albert Yoku, mari kita bersama-sama warga GKI di Tanah Papua bersaksi, bersekutu dan melayani. Mambangun kualitas iman Kristiani di Tanah Papua. Beliau juga pecetus Persekutuan Kaum Bapak di Tanah Papua.



4 komentar:

  1. Terimakasih bapa
    Sejarah ini bagus sekali
    Menambah wawasan dan mengenang perjuangna hebat para utusan Tuhan bagi Gki di tanah papua. Sebagai anak Gki patutlah kita tahu dan meneruskan sejarah ini bagi generasi penerus.
    Salam hangat pemudi GKI Bartholomeus Borarsi

    BalasHapus
  2. Trima kasih bapa..samgat membantu sekali

    BalasHapus
  3. Luar biasa sejarah pemimpin gereja di tanah papua, dan saya termasuk cucu dari bp pdt mesak koibur,,, trimakasih tete tetcinta

    BalasHapus
  4. Emperor Casino | Shootercasino
    Emperor Casino. The best game 인카지노 provider for 제왕카지노 video poker. Get an awesome collection of the best 메리트 카지노 쿠폰 slots for your favorite players, the best table games,

    BalasHapus